5 WASIAT KH. ALI MUSTAFA YA’QUF
YANG MENGINSPIRASI PARA PEMUDA
Pendawa Center - Tak banyak yang tahu bahwa Prof
Dr KH. Ali Mustafa Yaq'ub belum lama ini berulang tahun. Pria yang baru saja
menyelesaikan tugasnya sebagai Imam Besar Masjid Istiqlal ini, terhitung
tanggal 2 Maret ini genap berusia 64 tahun. Dengan kata lain, beliau telah
melampaui usia Nabi. Hal yang tentu patut disyukuri tidak hanya oleh beliau dan
para santrinya, tapi juga umat Islam Indonesia yang diberi anugerah oleh Allah
salah satu putra terbaik bangsa ini. Namun, hari ini, Kamis (28/4) Allah Swt
memanggilnya. Ini jelas kehilangan besar untuk bangsa dan umat Islam Indonesia.
Selama 64 tahun perjalanan hidup
beliau, banyak yang sudah dicapai dan diraihnya. Pakar hadits terkemuka
Indonesia ini telah banyak meninggalkan jejak dan tinta emas. Pak Kiai–begitu
para santrinya biasa memanggil–merintis karier keulamaannya sejak menjadi
pengasuh Pesantren al-Hamidiyyah Depok, lalu mendirikan Pesantren Luhur Ilmu
Hadits Darussunnah di Ciputat, Tangerang Selatan.
Nama beliau mulai dikenal publik
setelah menjadi kolumnis tetap di Harian Pelita dan Majalah Amanah. Melalui
tulisannya yang tajam dan kritis dalam merespons permasalahan umat, terutama
dengan sudut pandang hadits, nama Pak Kiai semakin menarik perhatian khalayak.
Keulamaan dan kecendekiaan beliau
terus menyita perhatian publik ketika beliau ditunjuk sebagai salah satu
anggota Komisi Fatwa MUI Pusat. Puncaknya saat beliau diangkat sebagai Imam
Besar Masjid Istiqlal oleh Menteri Agama Muhammad Maftuh Basyuni. Posisi beliau
sebagai imam besar ini pulalah yang mengantarkan beliau untuk mendampingi
Presiden Amerika Serikat Barack Obama saat berkunjung ke Masjid Istiqlal
beberapa tahun lalu.
Ada yang unik dari sosok beliau.
Tiap kali menempati amanah tertentu, beliau selalu disukai oleh media.
Singkatnya, beliau dapat dikatakan sebagai media darling. Tak heran bila
sosoknya selain pikiran-pikiran segarnya, selalu menghiasi media massa, baik
cetak, elektronik, maupun media online. Beliau juga di antara sedikit ulama
yang rutin diundang dalam acara Indonesia Lawyers Club di salah satu televisi
nasional.
Ternyata tugas dan amanah yang
beliau emban di ruang publik, tak serta-merta melupakan tugas beliau sebagai
pengasuh International Institute for Hadith Sciences Darussunnah, yang
mempunyai cabang di Malaysia. Terbukti mahasantri dari pesantren yang diasuhnya
selalu langganan menjadi lulusan terbaik di kampus-kampus tempat mereka
berkuliah, seperti UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Capaian para santri beliau ini tak
lepas dari “tangan dingin” yang selalu mengajarkan prinsip hidup yang jadi
modal penting santri dalam hidup di masyarakat. Berikut lima hal yang selalu
diajarkan beliau pada para santrinya:
1.Jangan Mati Sebelum Bisa Menulis Buku
Ada pesan Pak Kiai yang selalu disampaikan dalam berbagai
kesempatan di hadapan para santri. Pesan itu sangat melekat dan seperti
afirmasi positif yang beliau tanamkan di benak para santri. Wa la tamuttunna
illa wa antum katibun. Jangan mati kecuali sudah bisa menulis buku.Pesan ini
seperti sugesti yang terus beliau suntikkan pada para santri. Tak heran bila
banyak santri beliau yang kemudian mempunyai karya berupa buku yang diterbitkan
oleh penerbit-penerbit terkemuka nasional dan bahkan internasional. Ini tak
lain karena selain berpesan, beliau juga mencontohkan dengan terus berkarya.
Tiap tahun selalu saja ada karya beliau yang diluncurkan ke publik.
2. Selalu Shalat Berjamaah
Pesan ini juga selalu beliau tekankan pada para santri. Bahkan,
pada suatu kesempatan beliau secara berseloroh akan membakar kamar-kamar santri
yang penghuninya tidak shalat berjamaah. Apa yang beliau sampaikan itu dengan
mendasarkannya pada hadits Nabi yang akan membakar rumah-rumah sahabat yang
tidak shalat berjamaah.
Beliau sangat memperhatikan hal ini. Bahkan, untuk penentuan
lulusan terbaik di pesantren yang diasuhnya, beliau tidak hanya memperhatikan
aspek akademiknya, tetapi juga memperhatikan aspek spiritualnya, termasuk
shalat berjamaahnya.
3. Bermanfaat untuk Umat
Pak Kiai selalu menekan pada para santri agar jadi orang yang
berilmu, tapi yang tidak di menara gading. Ilmunya yang hanya bermanfaat untuk
dirinya sendiri. Masyarakat sekitar tak ada yang merasakan kemanfaatan dari
ilmunya. Pak Kiai selalu menasihati para santri agar tak meniru orang-orang
yang mencari ilmu untuk mendapat gelar dan pekerjaan. Karena, menurut beliau,
ilmu sejatinya untuk dimanfaatkan, terutama untuk orang-orang di sekeliling.
Pada banyak kesempatan di pengajian santri, beliau selalu mengutip hadis: “Jika
ada satu orang saja yang mendapat hidayah gara-gara dirimu, itu lebih baik
daripada onta yang paling mahal harganya,” (HR Bukhari).
4. Kemampuan Berbahasa Asing
Kemampuan berbahasa asing tak pelak menjadi prasyarat penting
dalam memenangkan percaturan dalam berbagai bidang dewasa ini. Pesan tersebut
seperti menjadi isyarat penting terkait peran umat Islam Indonesia di kancah
internasional, mengingat minimnya ulama dan cendekiawan Muslim kita yang mampu
berkiprah secara internasional, bukan karena tidak punya kualitas, tapi lebih
karena terkendala persoalan bahasa. Pak Kiai yang sering berdakwah ke banyak
negara, termasuk ke Amerika Serikat, menekankan pentingnya penguasaan bahasa
asing ini.
5. Ikhlas dalam Mengabdi dan Berbuat
Soal keikhlasan dalam mengabdi dan berbuat, tidak hanya Pak Kiai
pesankan melalui nasihat dan petuah, tapi beliau praktikkan langsung. Ini
dibuktikkan dengan pesantrennya yang selama sepuluhan tahun lebih menggratiskan
biaya pendidikan. Bahkan, beliau terkadang juga membiayai makan sehari-hari
para santri. Beliau pun tak pernah membebani santri dengan banyak sumbangan
untuk pembangunan dan pengembangan pesantren. (Moch Syarif Hidayatullah/NU
Online)
Ada pesan Pak Kiai yang selalu disampaikan dalam berbagai kesempatan di hadapan para santri. Pesan itu sangat melekat dan seperti afirmasi positif yang beliau tanamkan di benak para santri. Wa la tamuttunna illa wa antum katibun. Jangan mati kecuali sudah bisa menulis buku.
Pesan ini seperti sugesti yang terus beliau suntikkan pada para
santri. Tak heran bila banyak santri beliau yang kemudian mempunyai karya berupa
buku yang diterbitkan oleh penerbit-penerbit terkemuka nasional dan bahkan
internasional. Ini tak lain karena selain berpesan, beliau juga mencontohkan
dengan terus berkarya. Tiap tahun selalu saja ada karya beliau yang diluncurkan
ke publik.
Diambil dari:
www.suaranetizen.com
0 komentar :
Posting Komentar