slide

Kamis, 28 April 2016

5 WASIAT KH. ALI MUSTAFA YA’QUF YANG MENGINSPIRASI PARA PEMUDA


5 WASIAT  KH. ALI MUSTAFA YA’QUF YANG MENGINSPIRASI PARA PEMUDA



 Pendawa Center - Tak banyak yang tahu bahwa Prof Dr KH. Ali Mustafa Yaq'ub belum lama ini berulang tahun. Pria yang baru saja menyelesaikan tugasnya sebagai Imam Besar Masjid Istiqlal ini, terhitung tanggal 2 Maret ini genap berusia 64 tahun. Dengan kata lain, beliau telah melampaui usia Nabi. Hal yang tentu patut disyukuri tidak hanya oleh beliau dan para santrinya, tapi juga umat Islam Indonesia yang diberi anugerah oleh Allah salah satu putra terbaik bangsa ini. Namun, hari ini, Kamis (28/4) Allah Swt memanggilnya. Ini jelas kehilangan besar untuk bangsa dan umat Islam Indonesia.
Selama 64 tahun perjalanan hidup beliau, banyak yang sudah dicapai dan diraihnya. Pakar hadits terkemuka Indonesia ini telah banyak meninggalkan jejak dan tinta emas. Pak Kiai–begitu para santrinya biasa memanggil–merintis karier keulamaannya sejak menjadi pengasuh Pesantren al-Hamidiyyah Depok, lalu mendirikan Pesantren Luhur Ilmu Hadits Darussunnah di Ciputat, Tangerang Selatan.
Nama beliau mulai dikenal publik setelah menjadi kolumnis tetap di Harian Pelita dan Majalah Amanah. Melalui tulisannya yang tajam dan kritis dalam merespons permasalahan umat, terutama dengan sudut pandang hadits, nama Pak Kiai semakin menarik perhatian khalayak.
Keulamaan dan kecendekiaan beliau terus menyita perhatian publik ketika beliau ditunjuk sebagai salah satu anggota Komisi Fatwa MUI Pusat. Puncaknya saat beliau diangkat sebagai Imam Besar Masjid Istiqlal oleh Menteri Agama Muhammad Maftuh Basyuni. Posisi beliau sebagai imam besar ini pulalah yang mengantarkan beliau untuk mendampingi Presiden Amerika Serikat Barack Obama saat berkunjung ke Masjid Istiqlal beberapa tahun lalu.
Ada yang unik dari sosok beliau. Tiap kali menempati amanah tertentu, beliau selalu disukai oleh media. Singkatnya, beliau dapat dikatakan sebagai media darling. Tak heran bila sosoknya selain pikiran-pikiran segarnya, selalu menghiasi media massa, baik cetak, elektronik, maupun media online. Beliau juga di antara sedikit ulama yang rutin diundang dalam acara Indonesia Lawyers Club di salah satu televisi nasional.
Ternyata tugas dan amanah yang beliau emban di ruang publik, tak serta-merta melupakan tugas beliau sebagai pengasuh International Institute for Hadith Sciences Darussunnah, yang mempunyai cabang di Malaysia. Terbukti mahasantri dari pesantren yang diasuhnya selalu langganan menjadi lulusan terbaik di kampus-kampus tempat mereka berkuliah, seperti UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Capaian para santri beliau ini tak lepas dari “tangan dingin” yang selalu mengajarkan prinsip hidup yang jadi modal penting santri dalam hidup di masyarakat. Berikut lima hal yang selalu diajarkan beliau pada para santrinya:
1.Jangan Mati Sebelum Bisa Menulis Buku
Ada pesan Pak Kiai yang selalu disampaikan dalam berbagai kesempatan di hadapan para santri. Pesan itu sangat melekat dan seperti afirmasi positif yang beliau tanamkan di benak para santri. Wa la tamuttunna illa wa antum katibun. Jangan mati kecuali sudah bisa menulis buku.Pesan ini seperti sugesti yang terus beliau suntikkan pada para santri. Tak heran bila banyak santri beliau yang kemudian mempunyai karya berupa buku yang diterbitkan oleh penerbit-penerbit terkemuka nasional dan bahkan internasional. Ini tak lain karena selain berpesan, beliau juga mencontohkan dengan terus berkarya. Tiap tahun selalu saja ada karya beliau yang diluncurkan ke publik.
2. Selalu Shalat Berjamaah 
Pesan ini juga selalu beliau tekankan pada para santri. Bahkan, pada suatu kesempatan beliau secara berseloroh akan membakar kamar-kamar santri yang penghuninya tidak shalat berjamaah. Apa yang beliau sampaikan itu dengan mendasarkannya pada hadits Nabi yang akan membakar rumah-rumah sahabat yang tidak shalat berjamaah.
Beliau sangat memperhatikan hal ini. Bahkan, untuk penentuan lulusan terbaik di pesantren yang diasuhnya, beliau tidak hanya memperhatikan aspek akademiknya, tetapi juga memperhatikan aspek spiritualnya, termasuk shalat berjamaahnya.
3. Bermanfaat untuk Umat
Pak Kiai selalu menekan pada para santri agar jadi orang yang berilmu, tapi yang tidak di menara gading. Ilmunya yang hanya bermanfaat untuk dirinya sendiri. Masyarakat sekitar tak ada yang merasakan kemanfaatan dari ilmunya. Pak Kiai selalu menasihati para santri agar tak meniru orang-orang yang mencari ilmu untuk mendapat gelar dan pekerjaan. Karena, menurut beliau, ilmu sejatinya untuk dimanfaatkan, terutama untuk orang-orang di sekeliling. Pada banyak kesempatan di pengajian santri, beliau selalu mengutip hadis: “Jika ada satu orang saja yang mendapat hidayah gara-gara dirimu, itu lebih baik daripada onta yang paling mahal harganya,” (HR Bukhari).
4. Kemampuan Berbahasa Asing
Kemampuan berbahasa asing tak pelak menjadi prasyarat penting dalam memenangkan percaturan dalam berbagai bidang dewasa ini. Pesan tersebut seperti menjadi isyarat penting terkait peran umat Islam Indonesia di kancah internasional, mengingat minimnya ulama dan cendekiawan Muslim kita yang mampu berkiprah secara internasional, bukan karena tidak punya kualitas, tapi lebih karena terkendala persoalan bahasa. Pak Kiai yang sering berdakwah ke banyak negara, termasuk ke Amerika Serikat, menekankan pentingnya penguasaan bahasa asing ini.
5. Ikhlas dalam Mengabdi dan Berbuat
Soal keikhlasan dalam mengabdi dan berbuat, tidak hanya Pak Kiai pesankan melalui nasihat dan petuah, tapi beliau praktikkan langsung. Ini dibuktikkan dengan pesantrennya yang selama sepuluhan tahun lebih menggratiskan biaya pendidikan. Bahkan, beliau terkadang juga membiayai makan sehari-hari para santri. Beliau pun tak pernah membebani santri dengan banyak sumbangan untuk pembangunan dan pengembangan pesantren. (Moch Syarif Hidayatullah/NU Online)
 
Ada pesan Pak Kiai yang selalu disampaikan dalam berbagai kesempatan di hadapan para santri. Pesan itu sangat melekat dan seperti afirmasi positif yang beliau tanamkan di benak para santri. Wa la tamuttunna illa wa antum katibun. Jangan mati kecuali sudah bisa menulis buku.
Pesan ini seperti sugesti yang terus beliau suntikkan pada para santri. Tak heran bila banyak santri beliau yang kemudian mempunyai karya berupa buku yang diterbitkan oleh penerbit-penerbit terkemuka nasional dan bahkan internasional. Ini tak lain karena selain berpesan, beliau juga mencontohkan dengan terus berkarya. Tiap tahun selalu saja ada karya beliau yang diluncurkan ke publik.
Diambil dari: www.suaranetizen.com