Santri Yang Tak
Berdengkul_Kisah Menggelikan
Pendawacenter. Bukan santri namanya kalau tidak punya kisah unik dan
kocak.
Diceritakan, disebuah pesantren di daerah Madura ada
seorang santri yang cerdas, supel, dan suka humor, sebut saja namanya Jaenal. Jaenal
memang paling dikenal oleh teman-temannya juga para guru dan ustadz dipesantren
tersebut. Ia cukup terkenal sejak awal masuk kelas wustha (seperti SMP) karena selalu memiliki prestasi yang gemilang.
Beberapa kejuaraan lomba baca kitab kuning, ivent-ivent
lain ia selalu menjadi yang terdepan menyabet juara.
Meskipun ia terbilang cukup pandai se-pondok lantas tidak
membuatnya sombong dan membanggakan diri. Ia selalu berkumpul dengan teman sesama
santri dengan sangat akrab, tanpa ada rasa lebih dari yang lain. Namun kemampuannya
yang luar biasa untuk santri seusianya, ia dapat menerangkan beberapa kitab
secara gamblang. Tidak heran teman-teman sebaya, junior hingga senior banyak
menimba ilmu darinya. Ia sudah seperti
Kyai pada umumnya, meskipun ia tidak ingin dipanggil Kyai.
Namun ada satu hal yang unik darinya, ia adalah sosok
yang takut dengan wanita.
Rata-rata pesantren salaf sangat menjaga hubungan antara
laki-laki dan perempuan. Asrama yang terpisah cukup jauh jaraknya, belum lagi
pengawasan yang cukup ketat membuat interaksi laki-laki dan prempuan tidak ada
sama sekali. Begitu juga dalam kelas, laki-laki dalam kelas sendiri dan
perempuan dengan kelas sendiri.
Hal semacam itu yang terjadi bertahun-tahun lamanya
membuat kebanyakan santri putra malu dan tertunduk saat melihat perempuan. Pengaruh
psikologi yang tidak terbiasa dengan lawan jenis membuat para santri laki-laki
gerogi hebat, gemetar dan ketakutan saat bertemu santriwati. Mungkin ada saja
yang tidak demikian, namun jumlahnya bisa dihitung jari.
Pada suatu hari Jaenal sepulang pengajian ba’da shalat
subuh berniat kembali ke asrama. Namun ada yang memanggilnya, dan menyampaikan
pesan bahwa ia di tunggu seseorang disebuah tempat tidak jauh dari masjid di luar
area pondok. Iapun menuju ke sana, melewati jalan yang tidak biasa ia lewati
yaitu di samping gedung asrama putri.
Sesampainya di sana, disebuah lorong agak sempit, dari
arah berlawanan tak disangka ada segerombolan santriwati (santri perempuan)
yang sedang ingin melewati lorong itu juga. Jaenal gugup, gerogi, gemetar tidak
karuan. Mau balik sudah terlalu jauh, mau maju gerombolan itu sudah dekat
sekali, sedangkan kanan kiri tidak ada jalan lagi. Ia mengendap-endap melewati
lorong mepet dengan dinding lorong, tertunduk malu, wajahnya pucat seketika.
Selangkah, dua, tiga langkah gerombolan itu semakin dekat,
Jaenal semakin tidak karuan. Matanya masih tertunduk melihat ujung jari kakinya
yang sedang melangkah perlahan.
Tak disangka, gerombolan yang berjumlah sekitar 10 orang
santriwati itu mencoba menggoda Jaenal, bersiul dan berdehem-dehem sambil cengingisan. Jaenal semakin tidak
karuan. Ia merasa kakinya tak berdengkul lagi. Kakinya kaku, tidak bisa
ditekukuk. Tempurung kakinya menghilang seketika. Ia berjalan seperti robot,
keringat mengucur deras, membasahi pelipis dan bajunya.
0 komentar :
Posting Komentar